anoqnews kik yanto
  • 02/11/2024
  • Last Update 01/11/2024 23:42
  • Indonesia

Besaran Potensi Kerugian Negara Secara Nominal dari Korupsi Tata Niaga Timah

Besaran Potensi Kerugian Negara Secara Nominal dari Korupsi Tata Niaga Timah

BANGKA BELITUNG, ANOQ NEWS – Kehebohan kasus Tata Niaga Timah tidak hanya diakibatkan banyaknya pesohor dan kalangan selebritis yang terserat, namun juga nilai kerugian yang sangat fantastis. Namun, sejauh ini, data yang di rilis dengan nilai kerugian yang fantastis, hanya berdasarkan kerugian ekologis. Sampai saat ini, belum dirilis berapa potensi nilai kerugian nominal atau uang yang di korupsi dari praktek korupsi tata niaga timah

BACA JUGA : Benarkah Nilai Tambang Laut Belitung Timur Senilai Rp 271 Triliun?

KERUGIAN EKOLOGIS

Kejaksaan Agung (Kejagung) merilis nilai kerugian ekologis dari kasus ini adalah sebesar Rp 271 trilyun. Data kerugian ini merupakan hasil kajian dari ahli lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB), Heru Sahardjo. Heru membagi kerugian tersebut untuk kawasan hutan dan kawasan non-hutan. Kerusakan kawasan hutan, berkontribusi 82% terhadap kerugian ekologis atau senilai Rp 223.35 Trilyun, sedangkan 18% disumbang oleh kawasan non-hutan sebesar Rp 47.69 Trilyun. Dimana kerugian ekologis kawasan hutan lebih besar 5 kali lipat dari kerugian di kawasan non hutan.  Kerugian ekologis sendiri terdiri dari kerugian lingkungan ekologis, kerugian ekonomi dan pemulihan akibat kerusakan tersebut. Kawasan hutan, kerugian ekologis adalah Rp 157,83 Trilyun atau 71%, kerugian ekonomi Rp 60.27 Trilyun atau 27% dan pemulihan sebesar RP 5.25 Trilyun atau 2% dari nilai total kerugian ekologis kawasan hutan. Untuk kawasan non-hutan, kerugian ekologis adalah Rp 25,87 Trilyun atau 54%, ekonomi sebesar Rp 15,20 Trilyun atau 32% dan pemulihan Rp 6,62 Trilyun atau 14%. Penjabaran kerugian tersebut di tampilkan pada gambar 1 di bawah:

Gambar 1 – Kerugian ekologis dari kawasan hutan & non hutan

Dari total kerugian ekologis tersebut, Heru mencatat bahwa total lahan yang di tambang adalah 170.360 Ha. Sekitar 88.900 Ha, penambangan dilakukan di kawasan yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP). Namun, seluas 81.460 Ha atau 48% merupakan kawasan yang tidak memiliki IUP atau illegal.

Gambar 2 – Persentase kawasan bukaan tambang di kawasan IUP dan kawasan tanpa IUP

BACA JUGA : Fluktuasi Harga Timah Dunia: Prediksi 2024 dan Faktor Penentu

Yang lebih mengejutkan, sekitar 75.332 Ha penambangan dilakukan di kawasan Hutan atau seluas 44% dari total bukaan tambang.  Bukaan ini tidak hanya merusak kawasan Hutan Produksi dan konversi, tapi juga Hutan Lindung, Hutan Raya dan Taman Nasional. Penambangan di kawasan hutan produksi dan konversi, perlu di tunjukkan dengan dokumen Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Penambangan di kawasan Hutan Lindung, Hutan Raya dan Taman Nasional harus menjadi perhatian serius karena sangat berdampak terhadap kerusakan ekologis serta melanggar peraturan perundangan – undangan. Sayangnya, tidak ada keterangan berkaitan dengan berapa luas penambangan di lakukan di kawasan hutan dengan IUP dan tanpa IUP.

Gambar 3 – Persentase penambangan di kawasan hutan dan non-hutan

KERUGIAN NOMINAL

Selain kerugian ekologis, kerugian yang saat ini menjadi pertanyaan publik adalah berapa besar nilai nominal potensi kerugian negara akibat praktek korupsi tata niaga timah? Untuk itu, kita perlu melihat data produksi timah (PT. Timah & swasta), harga timah rata – rata tahunan dan nilai tukar dollar ke rupiah tahunan. Tabel 1 menghadirkan produksi timah, harga rata – rata dan nilai tukar dari tahun 2021 – 2023.

Gambar 2 – Persentase kawasan bukaan tambang di kawasan IUP dan kawasan tanpa IUP

Adapun total pendapatan negara dari sektor timah pada tahun 2022 adalah Rp 12,5 Trilyun. Sedangkan pada tahun 2023, total pendapatan negara dari sektor timah adalah Rp 8,39 Trilyun. Pada tahun 2022, PT. Timah menyumbang Rp 1,51 Trilyun dari Pajak dan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) atau sekitar 12% dari total pendapatan sektor timah. Untuk pihak swasta, pada tahun 2022, negara membukukan Rp 10,99 Trilyun atau 88% dari total pendapatan negara dari sektor timah. Di tahun 2023, sumbangan PT. Timah adalah Rp 0,32 Trilyun atau 4% dari total pendapatan negara dari sektor timah.  Untuk pihak swasta, nilainya adalah Rp 8,07 Trilyun atau 96% dari total pendapatan negara dari sektor timah.

Tabel 2 – Produksi timah dan pendapatan negara

Pendapatan negara dari PT. Timah ini sekitar 15% dari total potensi pendapatan hasil produksi (produksi timah x harga timah rata – rata tahunan x nilai tukar) pada tahun 2022. Pada tahun 2023, persentase ini menurun menjadi 5%. Sedangkan pihak swasta menyumbang sekitar 41% pada tahun 2022 dan 44% pada tahun 2023.

Namun, nilai pendapatan negara bisa lebih besar apabila tidak terjadi korupsi tata niaga timah. Dengan dilakukan penambangan di kawasan non-IUP atau illegal serta ketidak jelasan dari mana sumber pihak swasta memperoleh timah, maka potensi kebocoran yang mengakibatkan kerugian negara sangat mungkin terjadi. Dengan harga timah rata – rata yang tinggi pada tahun 2022 & 2023 di tambah dengan produksi yang juga tinggi, maka negara memiliki potensi asset sebesar RP 45 Trilyun. Namun, negara hanya mendapatkan Rp 19 Trilyun. Untuk itu, ada potensi kerugian negara sebanyak Rp 26 Trilyun untuk tahun 2022 dan 2023. Ini belum termasuk tahun – tahun sebelumnya dimana praktek ini sudah berjalan sejak lama.  (Veriyadi)

Penulis

Ahli Valuasi Proyek Pertambangan dan peramalan harga komoditas logam dan energi dengan pengalaman lebih dari 20 tahun. Menyelesaikan Strata -1 di Teknik Pertambangan Universitas Trisakti, Jakarta, Master of Science (MSc) di Camborne School of Mines, University of Exeter, Inggris dengan fokus ke mineral asset valuation menggunakan Net Present Value dan Real Option, dan program Philosophy of Doctor (Ph.D) dari University of the Witwatersrand, Johannesburgh dengan penelitian fokus kepada peramalan harga emas, tembaga dan platina masa dengan menggunakan pendekatan kuantitatif.

Tetap terkini dengan informasi terbaru, ikuti kikyanto.com di Google News

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *