BELITUNG, ANOQ NEWS – Bukit Tanjong Gunong di Pulau Belitung menyimpan banyak cerita sejarah, termasuk intrik politik dan bisnis yang kerap terjadi di sana. Salah satu kisah yang paling terkenal adalah konflik antara Kapten J.P. de la Motte, Komandan Militer dan Kepala Pemerintahan Sipil Belanda di Pulau Belitung, dengan Depati Rahad, putra mendiang Depati Belitong KA Hatam.
Konflik ini bermula pada tahun 1821, saat pemerintah pusat Hindia-Belanda menunjuk seorang bangsawan Palembang bernama Syarief Mohammad sebagai Hoofd van Billiton (Kepala Daerah Belitung). Keputusan ini membuat Depati Rahad kecewa, karena dia merasa berhak atas jabatan tersebut.
Pangeran Syarief Mohammad mencoba mengamankan jabatannya dengan mengakui gelar Depati Rahad, serta memberikan gaji dan tunjangan. Namun, hak-hak ulayat Depati Rahad tetap dikuasai oleh Syarief. Situasi ini membuat Depati Rahad tidak puas dan akhirnya memicu konflik.
Di sisi lain, Kapten Motte juga mengincar prestasi dalam penugasannya. Dia ingin tidak hanya sekadar dianggap sanggup mengamankan Belitung dari bajak laut, tapi juga mampu memberikan penghasilan bagi pemerintah. Salah satunya dengan membuka pertambangan timah.
Motte menyadari bahwa untuk mencapai misinya, dia harus merangkul Depati Rahad yang sangat mengerti potensi Belitong. Namun, Motte juga tidak ingin menyinggung Syarief Mohammad yang merupakan pejabat yang ditunjuk pemerintah pusat.
Saat masuk agenda membangun benteng, Motte mendapat saran dari Syarief agar mengambil lokasi di Tanjong Gunong di muara Sungai Cerucuk. Pada sisi lain, Depati Rahad memainkan intrik dengan menyebut bahwa Tanjong Gunong tidak aman karena mudah dijangkau bajak laut.
Kapten Motte kemudian menyetujui saran Rahad untuk membangun benteng di Tanjong Simba yang berada jauh ke hulu. Singkat kata, benteng pertama Belanda di Belitung pun selesai dibangun pada 31 Oktober 1822 di Tanjong Simba, Cerucok.
Petaka bagi Motte mulai terjadi saat perwakilan pemerintah pusat dari Palembang bernama Jaan Isaac Van Sevenhoven tiba di Tanjong Gunong pada tanggal 17 Juli 1823. Kedatangannya dalam rangka evaluasi sekaligus menentukan rencana-rencana lanjutan terhadap penguasaan Pulau Belitung.
Namun, Van Sevenhoven menilai kondisi politik di Belitung saat itu sangat kacau. Dia menganggap Kapten Motte keras kepala dan melalaikan tugas utama yang dulu diberikan kepadanya.
BACA JUGA : Visualisasi Data: DPT Kabupaten Belitung
“Depati telah mengelabui Komandan kami mentah-mentah, sedang dia (Komandan) tidak bisa mengatasi tipu muslihat tersebut. Komandan berpikir jika dia bersama dengan Depati Belitung, maka itu akan menjadi suatu kelemahan bagi pihak Panembahan (Syarief Muhammad). Dalam khayalannya sendiri, dia membayangkan, jika dia bersikap manis dan bijak kepada Depati, dia akan memenangkan keberpihakan sang Depati, hal itu tentu akan mengurangi bebannya secara kondusif. Komandan telah mengabaikan peringatan dari Panembahan dan membiarkan dirinya diperdaya oleh Dipati yang cerdas tersebut,” kata Sevenhoven (1867:66).
Akibatnya, Kapten Motte diberhentikan dari jabatannya sebagai Komandan Militer dan Kepala Pemerintahan Sipil Belanda di Pulau Belitung.
Pada tahun 1838, Depati Rahad akhirnya memperoleh kekuasaannya dan ditempatkan di Tanjong Gunong. Tidak ada penolakan Rahad terhadap penempatan tersebut. Depati bahkan berani meyakinkan Pemerintah bahwa kekuasaannya akan meluas hingga ke penghuni pantai yang sering dianggap sebagai komplotan bajak laut.
Tahun 1851, intrik kembali terjadi di Benteng Tanjong Gunong antara Depati Rahad dengan kuasa pemodal bernama John Francis Loudon. Singkat kata, Depati wafat pada tahun 1854 dan usaha tambang timah Loudon bangkrut pada tahun 1859.
Pada tahun 1971, Bupati Hanandjoeddin menjadikan lokasi eks Benteng Tanjong Gunong sebagai Kantor Bupati Belitung sementara. Pemindahan itu dalam rangka pembangunan gedung dua lantai yang baru di depan kantor bupati lama. Lokasi eks benteng pada masa itu dikenal dengan sebutan Mess Dian dan ‘wajah’ kantor bupati lama peninggalan Belanda pun akhirnya berubah. (Wahyu Kurniawan/Red)
Ikuti kikyanto.com di Google News