Kire-kire beberape taun nok lalu di Sulawesi Selatan bediri sikok kerajaan bename Palanipa suatu daera teletak di Kabupaten Bone Sulawesi Selatan. Di sanaq bekuase seurang raje bename Daeng Kasmakan pemaisurie bename putri Salmo. Biar kitu di sineq kamek sebut sikok kerajaan, biar endoq nukoan gede dan luas kekuasaane. Pade suatu ari enta maksute endak ngencariq daera jajahan baru atau enggaq sekedar untuk ngelepas lela, untuk ngibur ati sambil ngeliat-liat pemandangan di luar daera, make pegila raje itu besame-same kan pemaisuri dan sejumla 44 urang pengiringe nuju ke ara barat ndaq tau ke mane ara tujuan nok sebenare. Belau sendirik langsung betindak selalu juragane.
Ndak diketauek gimane keadaan selamak pelayaran, namun setela bebulan-bulan lamaqe karene dipukul ule angin ribut ahire tedamparla kapale ke sebua pulau nok ule belau ndaq diketauek namee . Ule kame mimang uda sekian lamaqe ndaq betemu kan daratan dan juaq uda lela dalam pelayaran. detamba agik pulau itu inda pemandangane dan baik letaqe, make dengan ndaq bepiker panjang agiq belabola kapal itu detempat itu. Pulau itu keciq sajaq teletaq de tepi sebua pulau gede nok elum deketauek juaq namee. Setela belabo maka saoe dilimparen ke darat. Tapi malang bagie enta mimang uda detakdiran ule Yang Maha Kuasa setela beberapa hari lamaqe kapal itu belabo datangla angin ribut nok sangat derase sehingge kapal it endaq agiq nahan ke- kuatan alam itu dan karene tehempas ke batu karang ahire kapal itu pun peca dan tenggelam besame anak bua kan segale inge.
Bekas pecaan-pecaane semuee njelma njadi batu. Antare lain bekas kemudie njadi sikok pulau nok diberik name ule rakyat di situq Tanjung Kelumpang. Sampai kitute dengan name pulau Campang Kemudi dan bekas layare njadi batu nok dinamee Malang Layar , sedangkan pulau nok mule-mule diketemuiek itu kitute dekenal dengan name Pulau Pandan. Bekas-bekas nok masi ade nok dapat diketemuiek de Pulau Pandan itu kitute selain nok desebutan di atas, berupe bekas telapak kaki kanan hanya sayange karene tela demakan waktu endaq berape jelas agiq kimacam duluqe nok nurut pekiraan adela bekas telapak kaki raje tesebut sedangkan bekas tali saoe sepanjang lebe kurang 40 meter tebentang de atas batu karang nok tehampar de situq agiq tampak jelas. Itula sebabe nurut pendapat sebagian masyarakat ade nok ngate en bahwa pade jaman itu batu-batu itu sifate agiq luna sehingge ape nok teletak .,atau nimpaqe tetap agiq bebekas sampai kitute. Demikianla hale seperti batu betulis relif atau pun ukir-ukiran dari batu sehingge muda dikerjeek urang. Ade pulaq sel:oagian pendapat bahwa bekas-bekas nok agiq nyate pade batu-batu sampai kitute disebaban kerene kesaktien urang-urang jaman duluqe.
Nurut kepercayaan urang-urang de daera itu Juragan tesebut beserta anak bua kapale sampai kitute agiq ade dan bediain de situq berupe mahluk alus dan tempat kediamene itu desebut pulau Batu Bedaun.
Tentang keadaan pulau Pandan tesebut luase lebe kurang setenga hiktar atau 5000 m2 nok sebagian gede tediri dari batu karang dan sebagian agiq detumboek ule tumbo-tumboen pantai seperti puhon bakau, kelapaq dan se- bagie. Dengan pantai pulau Belitong hanya depisaan ule sikok selat sejao lebe kurang 10 meter, sehingge apebile aik surut dapat delaluek kan bejalan kaki dan kalok aik sedang pasang peno dalam aike hanya satu meter.
Pada jaman jajahan Jepang pulau ini dijadien ule Jepang sebagai tempat pesembunyeken de mane tentarae mempergunakne untuk ngamatek kapal- kapal patroli Belande nok belayar di !aut Jawe. De sanaq debangunla beberape ikok ruma untuk tempat istirahat kitute endaq deketemuiek agiq bekas- bekase.
Kira-kira beberapa ratus tahun yang lalu di Sulawesi Selatan berdiri sebuah kerajaan bernama Palanipa suatu daerah terletak di Kabupaten Bone Sulawesi Selatan. Di sana berkuasa seorang raja bernama Daeng Kasma dengan permaisurinya bernama Putri Salma. Walaupun tempat ini disebut sebuah kerajaan , namun tidaklah seberapa besar dan luas kekuasaannya. Pada suatu hari entah maksudnya hendak mencari daerah jajahan baru atau hanya sekedar untuk melepaskan Ielah , untuk menghibur hati sambil melihat-lihat pemandangan di luar daerah , maka berangkatlah raja itu bersama-sama dengan permaisuri dan sejumlah 44 orang pengiringnya menuju ke arah barat tidak tahu ke mana arah tujuan yang sebenarnya. Beliau sendiri langsung bertindak selaku juragannya (nakhodanya).
Tidak diketahui bagaimana keadaan selama dalam pelayaran, namun setelah berbulan-bulan lamanya karena dipukul angin ribut akhirnya terdamparlah kapalnya ke sebuah pulau yang oleh beliau tidak diketahui namanya. Oleh karena sudah sekian lamanya tidak bertemu dengan daratan dan juga sudah Ielah dalam pelayaran, ditambah pula pulau itu indah pemandang- annya dan baik letaknya, maka dengan tidak berpikir panjang lagi berlabuhlah kapal itu di tempat itu . Pulau itu kecil terletak di tepi sebuah pulau besar yang belum diketahui juga namanya. Setelah berlabuh maka sauhnya dilemparkan ke darat. Tetapi malang baginya entah memang sudah ditakdirkan oleh Yang Maha Kuasa setelah beberapa hari lamanya kepala itu berlabuh datanglah angin ribut dengan sangat dahsyatnya sehingga kapal itu tidak dapat lagi menahan kekuat an alam itu , karena terhempas ke batu karang akhirnya kapal itu pun pecah dan tenggelam bersan1a anak buah dan segala isinya.
Bekas pecahan-pecahannya semuanya menjelma menjadi batu. Antara lain bekas kemudinya menjadi sebuah pulau (batu) yang dinamakan oleh rakyat Tanjung Kelumpang sampai sekarang dengan nama Pulau Campang Kemudi ,bekas layarnya menjadi batu yang dinamakan Malang layar, sedangkan pulau yang mula-mula diketemukannya itu sekarang dikenal dengan nama Pulau Pandan. Bekas-bekas yang masih ada yang dapat diketemukan di Pulau Pandan itu sampai sekarang selain yang disebutkan di atas berupa bekas telapak kaki kanan hanya sayangnya karena telah dimakan waktu tidak seberapa jelas lagi seperti dahulu yang menurut perkiraan adalah bekas telapak kaki raja tersebut, sedangkan bekas tali asuhnya sepanjang lebih kurang 40 meter terbentang di atas batu karang yang menghampar di situ masih tampak dengan jelas. ltulah sebabnya menurut pendapat sebahagian masyarakat, ada yang mengatakan bahwa pada zaman itu batu-batu itu sifatnya masih lunak sehingga apa yang terletak atau menimpahya masih tetap berbekas sampai sekarang. Demikianlah sama halnya seperti batu bertulis, relif atau ukiran- ukiran dari batu sehingga mudah dikeijakan orang. pula sebahagian berpendapat bahwa bekas-bekas yang masih nyata pada batu-batu sampai sekarang disebabkan kesaktian orang-orang zaman dahulu .
Menurut kepercayaan orang-orang di daerah itu Juragan (Daeng Kasma) tersebut beserta anak buah kapalnya sampai sekarang masih ada dan berdiam di situ berupa makhluk halus dan tempat kediamannya itu disebut Pulau Batu Berdaun.
Keadaan Pulau Pandan itu luasnya lebih kurang setengah hektar atau 5000 m2 yang sebagian besar terdiri dari batu karang dan sebahagian lagi ditumbuhi oleh tumbuh-tumbuhan pantai seperti pohon bakau dan sebagainya. Dengan pantai Pulau Belitung hanya dipisahkan oleh sebuah selat sejauh lebih kurang 10 meter, sehingga apabila air surut dapat dilalui dengan beijalan kaki dan kalau air sedang pasang penuh dalam airnya hanya satu meter.
Pada zaman penjajahan Jepang pulau ini dijadikan oleh Jepang sebagai tempat persembunyian tentaranya mempergunakannya untuk mengamati kapal-kapal patroli Belanda yang berlayar di laut Jawa. Di sana dibangunnya beberapa buah bangunan atau rumah tempat istirahat namun sekarang tidak diketemukan lagi bekas-bekasnya.
Sumber : Buku Sastra Lisan Bahasa Melayu Belitung