PALEMBANG, ANOQ NEWS – Tim Penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan (Sumsel) menahan dua orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi penjualan aset Yayasan Batanghari Sembilan. Aset yang dimaksud adalah asrama mahasiswa di Jalan Puntodewo Yogyakarta.
BACA JUGA : Kejagung Periksa Saksi Terkait Dugaan Korupsi Tata Niaga Timah PT Timah Tbk
Kedua tersangka, berinisial ZT dan EM, ditahan setelah menjalani pemeriksaan pada Senin (26/2). Penahanan dilakukan selama 20 hari ke depan di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas Iib Merdeka Palembang, mulai 26 Februari hingga 16 Maret 2024.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumsel, Vanny Yulia Eka Sari, mengatakan penahanan dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Kepala Kejati Sumsel Nomor : Print- 03 dan 04 /L.6.5/Fd.1/02/2024. Dasar penahanan adalah Pasal 21 Ayat (1) KUHAP, yaitu kekhawatiran tersangka melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi tindak pidana.
Sebelumnya, Kejati Sumsel telah menetapkan lima orang tersangka dalam kasus ini. Dua tersangka, AS dan MR, telah meninggal dunia.
Kronologi dan Modus Operandi
Pada tahun 2015, tersangka AS, mantan pengurus Yayasan Batanghari Sembilan, meminta tersangka EM, seorang notaris di Palembang, untuk menerbitkan akta pendirian Yayasan Batanghari Sembilan Sumatera Selatan.
Yayasan Batanghari Sembilan Sumatera Selatan memiliki aset berupa tanah di Jalan Puntodewo Yogyakarta yang di atasnya terdapat asrama mahasiswa Pondok Mesuji, yang merupakan aset Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan.
Setelah Yayasan Batanghari Sembilan Sumatera Selatan terbentuk, pengurusnya menerbitkan surat kuasa kepada tersangka MR dan ZT untuk menjual aset yayasan di Jalan Puntodewo Yogyakarta kepada Yayasan Mualimin Yogyakarta di hadapan notaris tersangka DK.
Bahwa tersangka AS (Alm) dan tersangka MR (Alm) telah meninggal dunia. Peranan tersangka EM sebagai notaris di palembang yang membuat akta 97 dengan memasukan aset yayasan batang hari sembilan menjadi aset yayasan batang hari sembilan sumatera selatan, dan berdasarkan akta tersebut tersangka MR dan ZT menjual asrama mahasiswa pondok mesuji di jogjakarta. Peranan ZT selaku penerima kuasa penjual
Penjualan aset ini, menurut Vanny, melanggar ketentuan Pasal 68 dan 71 Undang-Undang Yayasan. Pasal tersebut menyebutkan bahwa jika yayasan bubar demi hukum, asetnya harus dilikuidasi dan sisa hasil likuidasi dapat diserahkan kepada yayasan dengan kesamaan kegiatan atau badan hukum lain dengan kesamaan kegiatan, atau diserahkan kepada negara.
Kerugian Negara dan Ancaman Pidana
Kasus ini mengakibatkan kerugian keuangan negara kurang lebih sebesar Rp 10 miliar, berdasarkan penilaian Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) terhadap objek.
Para tersangka dijerat dengan pasal primair Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Pasal subsidairnya adalah Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana. (Red)
Tetap terkini dengan informasi terbaru, ikuti kikyanto.com di Google News