ANOQ NEWS, BELITONG – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) bukan hanya soal partai politik yang mengusung calon, tetapi lebih kepada personalitas calon itu sendiri. Hal ini ditegaskan oleh Idil Akbar, S.IP., M.IP., seorang pengamat politik dan dosen dari Universitas Padjajaran (Unpad). Menurut Idil, figur calon menjadi faktor penentu dalam dinamika politik, terutama di Pilkada Belitung.
BACA JUGA : Geopark Belitong Dapat Kartu Kuning, Langkah Strategis untuk Perbaikan
“Pilkada itu soal personal calon,” ungkap Idil, Rabu, 18 September 2024. Ia menjelaskan bahwa partai politik (parpol) hanya menjadi kendaraan yang mengusung kandidat, tetapi efektivitas mesin parpol baru akan berfungsi maksimal jika terdapat kader parpol yang militan dan ideologis dalam mendukung calon mereka.
Di Belitung dan Belitung Timur, pemilih lebih cenderung melihat figur individu yang dicalonkan daripada sekadar mengikuti afiliasi politik. Popularitas dan elektabilitas seorang calon menjadi dua faktor kunci yang dinilai oleh pemilih. Namun, menurut Idil, tingkat popularitas dan elektabilitas tersebut tidak statis dan sangat bergantung pada bagaimana sang calon menjalankan strategi politiknya.
“Apakah popularitas dan elektabilitas calon akan meningkat atau justru menurun, sangat bergantung pada strategi politik yang mereka jalankan,” jelasnya.
Idil juga menyoroti bahwa pragmatisme pemilih merupakan fenomena yang tak dapat diabaikan. Dalam praktik politik di lapangan, sering kali program-program calon tidak menjadi perhatian utama bagi sebagian pemilih. Sebaliknya, banyak pemilih yang cenderung fokus pada apa yang bisa mereka dapatkan secara langsung, seperti bantuan materi.
“Pemilih lebih cenderung menanyakan apa yang bisa mereka bawa pulang, ini adalah fakta politik,” tambah Idil. Meski begitu, ia mengakui bahwa pola pikir semacam ini bukanlah sesuatu yang ideal dalam demokrasi dan seharusnya dapat diubah melalui pendidikan politik yang baik.
Idil menekankan bahwa para calon tidak seharusnya mengabaikan perilaku memilih seperti ini. Namun, bukan berarti mereka harus terlibat dalam praktik “membeli suara” atau memberikan imbalan materi secara langsung kepada pemilih. Sebaliknya, para calon harus mampu memberikan pendidikan politik yang lebih bermakna kepada masyarakat.
“Pilkada sejatinya adalah sarana pendidikan politik bagi masyarakat,” tegasnya. Ia menambahkan bahwa hasil survei menunjukkan, memberikan imbalan materi kepada pemilih tidak serta merta memastikan kemenangan calon tersebut. Oleh karena itu, calon kepala daerah diharapkan lebih fokus pada pendekatan yang berorientasi pada nilai-nilai politik yang sehat dan mendidik.
Konteks Belitung dan Belitung Timur menjadi contoh bagaimana figur calon sangat dominan dalam menentukan hasil Pilkada. Terlepas dari kekuatan mesin parpol, pada akhirnya sosok yang dikenal dan mampu memenangkan hati masyarakat melalui strategi politik yang tepat akan menjadi penentu utama. Dalam situasi ini, penting bagi calon untuk tetap menjaga keseimbangan antara popularitas, elektabilitas, dan pendekatan yang sehat dalam pendidikan politik bagi pemilih.
Sejalan dengan pengamatan Idil, pemilihan di Belitung dan Belitung Timur tahun ini diprediksi akan kembali menempatkan sosok calon di pusat perhatian, dengan partai politik hanya berperan sebagai pendukung utama. Bagaimanapun juga, keberhasilan atau kegagalan seorang calon akan sangat bergantung pada strategi yang mereka pilih untuk meraih dukungan masyarakat. (Red)
Tetap terkini dengan informasi terbaru, ikuti kikyanto.com (ANOQ NEWS) di Google News