BALI, ANOQ NEWS – Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Bali, Dr. Ketut Sumedana, menyoroti tanggung jawab bersama dalam penanggulangan kerusakan lingkungan akibat perbuatan koruptif. Hal ini disampaikannya dalam sebuah Focus Group Discussion (FGD) yang diadakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Antam di Kuta, Bali, dengan tema “Antisipasi Risiko Hukum dan Pendampingan Hukum bagi Saksi dalam Tindak Pidana Korupsi”.
BACA JUGA : Sinergi TNI AD dan Kejaksaan Agung Perkuat Penegakan Hukum
Dr. Ketut Sumedana, yang menjadi salah satu narasumber dalam acara tersebut yang dihadiri oleh Divisi Litigasi & Alternative Dispute Resolution ANTAM, menekankan urgensi sensitivitas terhadap kerusakan lingkungan yang terjadi akibat perilaku koruptif yang telah berlangsung bertahun-tahun dengan seolah-olah tanpa hambatan.
Dalam paparannya, Dr. Ketut Sumedana menyoroti kasus-kasus seperti eksplorasi berlebihan tambang Nikel Blok Mandiodo di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, yang telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 5,7 Triliun dan kasus Tambang Timah di Bangka Belitung yang merugikan negara dan perekonomian hingga Rp 271 Triliun. Kedua kasus ini telah menetapkan tersangka-tersangka yang terlibat baik dari PT. Timah Tbk maupun pengusaha Timah.
“Perlunya kepekaan terhadap kerusakan lingkungan yang begitu hebat akibat perilaku koruptif yang dilakukan bertahun-tahun seolah-olah terjadi pembiaran, sebagaimana yang terjadi eksplorasi berlebihan tambang Nikel Blok Mandiodo di Konawe Utara Sulawesi Tenggara yang menyebabkan kerugian Negara Rp. 5,7 Triliun yang sudah menetapkan 10 tersangka dan Tambah Timah di Bangka Belitung yang menyebabkan kerugian Negara dan perekonomian Negara mencapai Rp 271 Triliun yang sampai saat sudah menetapkan 11 tersangka baik dari PT. Timah Tbk maupun dari pengusaha Timah,” kata Kajati Bali dalam keterangannya, Selasa (20/2).
Dari kedua kasus tersebut, Dr. Ketut Sumedana menggarisbawahi bahwa perbuatan koruptif yang mengakibatkan eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya alam tidak hanya berdampak pada bencana alam tetapi juga menciptakan limbah beracun yang merusak ekosistem dan lingkungan sekitarnya secara masif, baik di darat maupun di laut. Oleh karena itu, tata kelola dan rehabilitasi lingkungan harus menjadi fokus utama, termasuk dampak ekonominya terhadap masyarakat sekitar.
Dr. Ketut Sumedana juga menyoroti perlunya perbaikan tata kelola lingkungan dan pembangunan smelter yang aman bagi ekosistem, serta mempertimbangkan dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat. Ia menekankan bahwa semua pihak memiliki tanggung jawab dalam hal ini.
‘Kasus-kasus seperti ketika terjadi pembiaran tanpa adanya penindakan tentu saja akan diikuti oleh sektor penambangan mineral lain Batu Bara, Emas, termasuk galian C, maka pemerintah dalam perbaikan tata kelola harus konsen dengan perbaikan tata ruang lingkungan, pembangunan smelter yang aman bagi ekosistem serta dampak dan faktor kesejahteraan masyarakat perlu menjadi pertimbangan utama, apa lagi ini termasuk SDA yang tidak bisa diperbaharui secara terus menerus, kita semua punya tanggung jawab itu,” jelas Kajati Bali.
Dalam konteks penegakan hukum, Dr. Ketut Sumedana menyoroti pentingnya dalam proses penegakan hukum di kejaksaan Agung belakangan ini PT Antam kerap sekali tersangkut kasus hukum, mulai dari kasus Sultra, ekspor-Impor Mas batangan sampai pada penjualan emas Illegal di Surabaya, yang ditangani oleh beberapa penegak hukum, ini harus menjadi perhatian kita bersama yang hadir dalam Forum ini, apalagi yang hadir adalah para konsultan hukum / Divisi legal, jangan sampai dalam proses penegakan hukum justru menutupi atau menghilangkan Alat Bukti terlebih menghalangi proses penegakan hukum resikonya adalah bisa diproses Obstruction of Justice yang ancaman hukuman sampai 12 Tahun, harapan saya yang juga sebagai penegak hukum, harus membantu penegak hukum mendudukkan perkaranya bilamana perlu harus menjadi pelapor dalam berbagai temuan tindak pidana korupsi di BUMN terutama di PT.Antam untuk mencegah kerugian Negara yang semakin besar dan mencegah kerusakan lingkungan yang semakin parah, sehingga antisipasi ini tidak saja membantu aparat penegak hukum tetapi juga membantu PT. Antam dalam upaya bersih-bersih dan menyehatkan PT. Antam
Adanya corporate legal di BUMN bukan membela untuk menutupi celah hukum-hukum tetapi bersama-sama membantu Jaksa dalam proses penegakan hukum di BUMN, karena melaporkan tindak pidana adalah kewajiban hukum semua orang, dalam praktiknya beberapa corporate legal terkena kasus hukum karena memposisikan diri dalam pembelaan pribadi pelaku korupsi bukan membela institusi/BUMN yang dinaunginya sebagaimana harapan kita semua, sehingga alat bukti seperti saksi dalam memberikan keterangan di penyidik dan persidangan diatur sebagaimana untuk menutupi perbuatan koruptif pelaku, mindset ini harus ditinggalkan keberadaan corporate legal semata-mata untuk kepentingan institusi/kelembagaan, dimana peran-peran pencegahan untuk tidak melakukan suatu tindak pidana termasuk korupsi sangat diperlukan.
Sebagai penutup, Dr. Ketut Sumedana menegaskan bahwa Kejaksaan siap memberikan pendampingan hukum dan legal opinion bekerja sama dengan corporate legal PT Antam dalam mewakili PT Antam secara kelembagaan baik dalam litigasi maupun non-litigasi.
“Kejaksaan dalam kapasitas selaku Jaksa Pengacara Negara siap memberikan pendampingan hukum bahkan juga legal opinion bekerjasama dengan corporate legal PT Antam dalam mewakili PT Antam secara kelembagaan baik litigasi maupun non-litigasi,” tutup Kajati Bali. (Red)
Tetap terkini dengan informasi terbaru, ikuti kikyanto.com di Google News