Oleh Veriyadi, M.Sc (CSM), Ph.D (Wits), MAusIMM
ANOQ NEWS, BELITUNG TIMUR – Laut Belitung Timur tak hanya menyimpan keindahan alam, tetapi juga menjadi sumber penghidupan ribuan nelayan tradisional. Namun, geliat tambang laut yang semakin agresif kini menjadi ancaman nyata bagi sektor perikanan tangkap yang menjadi tulang punggung ekonomi masyarakat pesisir.
BACA JUGA: Wow! Biak Belitong Ini Raih Gelar PhD di Universitas Terkemuka di Afrika Selatan!
Berdasarkan data Dinas Perikanan Kabupaten Belitung Timur, terdapat sekitar 2.711 nelayan tangkap yang menggantungkan hidupnya pada kekayaan laut setempat. Dari jumlah itu, sebanyak 2.518 orang atau 93 persen merupakan nelayan tradisional dengan kapal berkapasitas di bawah 5 ton. Mereka mayoritas melaut di zona pesisir, yang kini mulai terdampak aktivitas penambangan laut.
Kecamatan Manggar tercatat sebagai wilayah dengan jumlah nelayan terbanyak, mencapai 1.087 orang atau sekitar 40 persen dari total nelayan di kabupaten tersebut. Disusul oleh Kecamatan Gantung dengan 443 nelayan (16%), Simpang Pesak 328 (12%), serta Dendang, Kelapa Kampit, dan Damar masing-masing dengan 271, 266, dan 237 nelayan.
Pada tahun 2021, Belitung Timur mencatatkan volume tangkapan ikan sebesar 40.983 ton, dengan nilai ekonomis mencapai sekitar Rp 1,29 triliun. Angka ini didasarkan pada harga rata-rata per kilogram ikan sebesar Rp 31.706. Dengan demikian, setiap bulan rata-rata produksi ikan mencapai 3.415 ton, setara dengan Rp 107,8 miliar dalam nilai jual.

Jika dibagi rata, setiap nelayan diperkirakan memperoleh penghasilan sekitar Rp 39,9 juta per bulan, atau sekitar Rp 1,33 juta per hari. Angka ini tentu menjadi harapan besar bagi keluarga nelayan di tengah keterbatasan alat tangkap dan tantangan cuaca.
Produksi ikan berlangsung sepanjang tahun, dengan puncaknya terjadi pada bulan Maret sebanyak 4.241 ton, setelah berakhirnya musim Barat. Sementara, produksi terendah tercatat pada bulan Mei sebesar 2.270 ton. Memasuki kuartal keempat, produksi kembali stabil seiring meredanya musim Timur.

Sayangnya, pada tahun 2022, produksi ikan mengalami penurunan sebesar 973 ton atau sekitar 2,40 persen, menjadi 40.010 ton. Meski begitu, pada tahun 2023, tren ini sedikit membaik dengan peningkatan produksi sebesar 1.028 ton atau 2,60 persen, dibandingkan tahun sebelumnya.
Penurunan dan fluktuasi produksi ikan bukan sekadar angka di atas kertas. Ini mencerminkan rentannya ekosistem laut dan kesejahteraan ribuan nelayan yang bergantung pada hasil tangkapan harian. Dengan aktivitas tambang yang terus meluas ke wilayah laut, ada kekhawatiran bahwa degradasi lingkungan akan memperparah kondisi ini.
Pemerintah daerah dan pemangku kepentingan perlu mengambil langkah tegas dan strategis agar keberlangsungan sektor perikanan tetap terjaga, serta menjamin kehidupan yang layak bagi para nelayan tradisional Belitung Timur.
Tetap terkini dengan informasi terbaru, ikuti kikyanto.com (ANOQ NEWS) di Google News