ANOQ NEWS, JAKARTA – Jagat hukum Indonesia kembali gempar dengan isu penguntitan yang menimpa Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM-Pidsus) Dr. Febrie Adriansyah. Peristiwa ini dikonfirmasi kebenarannya oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Dr. Ketut Sumedana, Rabu (29/5/2024).
BACA JUGA : Kerugian Negara Akibat Korupsi Tata Niaga Timah PT Timah Tbk Mencapai Rp300 Triliun!
Berdasarkan penelusuran dan pemeriksaan, oknum yang diduga melakukan penguntitan tersebut merupakan anggota Detasemen Khusus 88 Anti Teror (Densus 88) Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Bukti kuat terkait penguntitan ini ditemukan setelah Tim Pengamanan dari Polisi Militer mengamankan identitas dan handphone milik oknum Densus 88 tersebut.
“Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa anggota Densus 88 tersebut menyimpan profiling JAM-Pidsus Dr. Febrie Adriansyah di dalam handphonenya,” jelas Dr. Ketut Sumedana.
Lebih lanjut, Kapuspenkum menerangkan bahwa setelah identitas oknum Densus 88 terungkap, Kejaksaan Agung menyerahkan proses selanjutnya kepada Pengamanan Internal Polri (Paminal) Polri untuk ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Selain isu penguntitan, Dr. Ketut Sumedana juga menanggapi pelaporan terhadap JAM-Pidsus Dr. Febrie Adriansyah ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan korupsi dalam proses lelang saham PT Gunung Bara Utama (GBU).
Kapuspenkum menegaskan bahwa proses lelang PT GBU dilakukan secara sah dan transparan oleh Pusat Pemulihan Aset Kejaksaan Agung bersama Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan. Lelang ini dilakukan berdasarkan putusan Mahkamah Agung pada tanggal 24 Agustus 2021.
“Adanya proses pelelangan terkait Aset PT GBU dilakukan oleh Pusat Pemulihan Aset Kejaksaan Agung dengan Dirjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan setelah adanya putusan Pengadilan dari Mahkamah Agung pada 24 Agustus 2021, jadi pelaporan yang ditujukan untuk Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus adalah laporan yang keliru,” tegas Dr. Ketut Sumedana.
Awalnya, PT GBU akan diserahkan kepada PT Bukit Asam, sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Namun, penyerahan tersebut ditolak karena PT GBU memiliki banyak masalah, seperti utang piutang dan gugatan hukum.
Kejaksaan Agung, melalui JAM-Pidsus, kemudian melakukan proses penyidikan dan gugatan keperdataan terhadap PT GBU. Gugatan di tingkat pertama di Pengadilan Negeri dimenangkan oleh PT Sendawar Jaya, namun Kejaksaan Agung berhasil memenangkan banding di Pengadilan Tinggi.
Setelah memenangkan banding, Kejaksaan Agung menemukan dokumen palsu dalam proses gugatan tersebut. Hal ini berujung pada penetapan Ismail Thomas sebagai tersangka dan kini sedang dalam proses persidangan.
Kapuspenkum menjelaskan bahwa proses lelang PT GBU dilakukan melalui penilaian dari tiga Appraisal.
Pertama, Appraisal terkait aset atau bangunan alat-alat berat yang melekat pada PT GBU dengan nilai taksiran Rp9 miliar. Kedua, Appraisal terkait PT GBU secara keseluruhan dengan nilai taksiran Rp3,4 triliun.
Proses lelang pertama dilakukan berdasarkan dua Appraisal tersebut, namun tidak ada pihak yang menawar. Oleh karena itu, Dr. Ketut Sumedana membantah adanya kerugian negara sebesar Rp9 triliun dari proses lelang ini.
“Tidak ada kerugian negara sebesar Rp9 triliun karena tidak ada yang menawar harga tersebut. Lelang yang laku hanya senilai Rp9 miliar,” jelas Kapuspenkum. (Red)
Tetap terkini dengan informasi terbaru, ikuti kikyanto.com (ANOQ NEWS) di Google News