anoqnews kik yanto
  • 28/04/2025
  • Last Update 27/04/2025 01:46
  • Indonesia

P3KHAM UNS Dorong Reformasi Keadilan Restoratif, Ini 4 Rekomendasinya!

P3KHAM UNS Dorong Reformasi Keadilan Restoratif, Ini 4 Rekomendasinya!

ANOQ NEWS, YOGYAKARTA – Kebijakan keadilan restoratif terus menjadi sorotan publik karena penerapannya yang masih menimbulkan perdebatan. Meski bertujuan menciptakan keseimbangan antara kepentingan pelaku, korban, dan sistem hukum, praktiknya kerap menimbulkan keraguan, baik di kalangan aparat penegak hukum maupun masyarakat.

BACA JUGA: Badan Pemulihan Aset Lelang Tanah Rampasan Benny Tjokrosaputro, Ini Hasilnya!

Menanggapi hal tersebut, Pusat Penelitian dan Pengembangan Konstitusi dan Hak Asasi Manusia (P3KHAM) Universitas Sebelas Maret (UNS) menggelar Focus Group Discussion (FGD) di Hotel Santika, Yogyakarta, pada Jumat (21/2). Dalam forum ini, P3KHAM UNS mengusulkan empat rekomendasi guna memperbaiki implementasi kebijakan keadilan restoratif di Indonesia.

Dr. Heri Hartanto, S.H., M.H., Kepala P3KHAM UNS, menjelaskan bahwa kebijakan keadilan restoratif saat ini masih rentan digugat melalui praperadilan karena dianggap menyimpang dari hukum pidana konvensional. Oleh karena itu, diperlukan perbaikan di berbagai aspek.

“Praktik kebijakan keadilan restoratif ini rawan digugat pra peradilan oleh pihak di luar antar aparat penegak hukum dan korban kejahatan karena dianggap menyimpang dari penegakan hukum pidana konvensional. Sementara gagasan keadilan restoratif adalah menyeimbangkan keadilan dalam perspektif kepentingan pelaku kejahatan dan korban/keluarga korban serta proses hukum yang adil,” jelasnya.

Pertama, diperlukan mekanisme checks and balances yang lebih ketat antara aparat penegak hukum, yakni kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Salah satu usulan konkret adalah memberikan kewenangan kepada jaksa sebagai dominus litisuntuk mengawasi kepolisian dalam proses penyidikan guna mencegah penyalahgunaan wewenang.

Kedua, pengawasan publik harus diperkuat dalam seluruh tahapan keadilan restoratif, mulai dari kepolisian, kejaksaan, hingga pengadilan. Dengan keterlibatan masyarakat, diharapkan proses hukum menjadi lebih transparan dan adil bagi semua pihak, baik korban, pelaku, maupun masyarakat luas.

Ketiga, diperlukan payung hukum yang lebih jelas dalam bentuk undang-undang yang memasukkan norma keadilan restoratif ke dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Saat ini, kebijakan keadilan restoratif masih diatur melalui berbagai peraturan internal masing-masing institusi penegak hukum, yang sering kali menimbulkan perbedaan persepsi dan ego sektoral dalam implementasinya.

Keempat, seluruh pemangku kepentingan harus memiliki pemahaman yang sama mengenai prinsip dasar keadilan restoratif. Dengan demikian, penerapan kebijakan ini tidak hanya menjadi inisiatif aparat penegak hukum, tetapi juga mengutamakan kebutuhan dan keadilan bagi korban kejahatan.

FGD ini menghadirkan berbagai narasumber dari akademisi hukum, hakim, jaksa, advokat, serta mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Guru Besar Hukum dan Pembangunan Sistem Peradilan FH UNS, Prof. Dr. Hari Purwadi, S.H., M.Hum., menekankan bahwa sistem hukum pidana di Indonesia selama ini lebih berorientasi pada keadilan retributif, yang hanya fokus pada hukuman bagi pelaku kejahatan tanpa mempertimbangkan kepentingan korban dan masyarakat.

Praktik keadilan restoratif sebenarnya telah diakomodasi dalam sistem hukum Indonesia melalui berbagai regulasi, seperti KUHAP, Undang-Undang Kejaksaan, serta beberapa Peraturan Mahkamah Agung (Perma). Beberapa di antaranya adalah Perma No. 2 Tahun 2012 tentang penyesuaian batasan tindak pidana ringan, Perma No. 4 Tahun 2014 tentang diversi dalam sistem peradilan pidana anak, serta Perma No. 1 Tahun 2024 yang secara khusus mengatur pedoman penerapan keadilan restoratif dalam perkara pidana.

Selain itu, Kejaksaan dan Kepolisian juga telah menerbitkan regulasi internal terkait. Kejaksaan mengeluarkan Peraturan Kejaksaan No. 15 Tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, sedangkan Polri memiliki Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2021 tentang penanganan tindak pidana berdasarkan keadilan restoratif.

Dr. Heri Hartanto menegaskan bahwa FGD ini merupakan bentuk tanggung jawab akademik P3KHAM UNS dalam mendorong reformasi sistem hukum di Indonesia. “FGD ini merupakan bagian dari tanggungjawab akademik dan kepedulian P3KHAM UNS terhadap pelaksanaan kebijakan keadilan restoratif (Restorative Justice) dalam sistem peradilan pidana di Indonesia yang belum mampu mewujudkan keadilan dan kepastian hukum,” tutupnya. (Red)

Tetap terkini dengan informasi terbaru, ikuti kikyanto.com (ANOQ NEWS) di Google News

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *