JAKARTA, ANOQ NEWS – Jaksa Agung Muda Intelijen (JAM-Intelijen) Prof. Dr. Reda Manthovani menegaskan pentingnya sinergi antara Kejaksaan dan Direktorat Jenderal Imigrasi dalam penegakan hukum keimigrasian. Hal ini disampaikannya dalam Rapat Pimpinan Imigrasi bertema “Sinergitas Kejaksaan Agung dengan Imigrasi dalam Penegakan Hukum di Indonesia” di Ballroom The Ritz Carlton, Jakarta pada hari Senin (29/1/2024).
BACA JUGA : Tim Tabur Kejaksaan Agung Berhasil Menangkap DPO Terpidana Aris Taneo di Bandara El Tari Kupang
JAM-Intelijen menekankan perlunya klasifikasi yang jelas dalam penegakan hukum keimigrasian untuk membedakan antara kejahatan dan pelanggaran. Hal ini penting untuk menjaga kedaulatan negara, sistem keamanan, kesejahteraan masyarakat, hubungan internasional, dan memerangi kejahatan terorganisir.
JAM-Intelijen menjabarkan bahwa fokus utama sinergitas ini adalah pada kejahatan transnasional seperti narkotika, terorisme, perdagangan orang, penyelundupan manusia, pencucian uang, dan perdagangan senjata.
“Penguatan jaringan kerja sama, semangat kolaboratif, dan sinergi menjadi kunci untuk menjaga kedaulatan negara dari berbagai ancaman di lintas batas,” tegas JAM-Intelijen.
Tantangan Penegakan Hukum Keimigrasian
JAM-Intelijen memaparkan faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, seperti substansi hukum, Aparat Penegak Hukum (APH), sarana dan prasarana, serta masyarakat dan kebudayaan. Ia menekankan bahwa dampak positif atau negatif penegakan hukum tergantung pada faktor-faktor tersebut.
Salah satu tantangan utama dalam penegakan hukum keimigrasian adalah fenomena Free Movement atau peningkatan mobilitas penduduk global. Deklarasi Masyarakat ASEAN (MEA) dan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 21 Tahun 2016 tentang Bebas Visa Kunjungan di Wilayah ASEAN telah meningkatkan mobilitas penduduk dunia, yang berdampak pada keamanan, kedaulatan, dan perekonomian nasional.
JAM-Intelijen menjelaskan bahwa Free Movement dapat membahayakan keamanan dan ketertiban negara. Contohnya, kasus penyelundupan 137 orang Etnis Rohingya yang ditangani Polresta Banda Aceh pada akhir tahun 2023.
Data menunjukkan bahwa penanganan perkara yang melibatkan Warga Negara Asing (WNA) selalu meningkat: 55 perkara (2021), 58 perkara (2022), dan 96 perkara (2023).
Untuk mengatasi hal ini, JAM-Intelijen menyampaikan ide Jaksa Agung untuk mendorong penguatan Tim Pengawasan Orang Asing sebagai wadah koordinasi dan kolaborasi antar lembaga terkait pengawasan orang asing.
JAM-Intelijen menegaskan kewenangan Kejaksaan dalam melakukan Cegah Tangkal, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Kejaksaan Pasal 35 Ayat (1) huruf f dan Undang-Undang Keimigrasian Pasal 91 Ayat (2).
Kejaksaan mendorong koordinasi dan pertukaran data orang asing melalui Digitalisasi Satu Data dengan mengikuti kaidah INTEROPERABILITAS.
JAM-Intelijen juga mendorong Sistem Peradilan Terpadu yang mewajibkan para penegak hukum memiliki sikap mental dan moral yang baik, kemampuan substansial, dan komitmen tinggi terhadap penegakan hukum.
Menutup paparannya, JAM-Intelijen menyampaikan pesan Jaksa Agung ST Burhanuddin, “Mari Wujudkan Penegakan Hukum yang Tegas dan Humanis Mengawal Pembangunan Nasional.” (Red)
Tetap terkini dengan informasi terbaru, ikuti kikyanto.com di Google News