JAKARTA, ANOQ NEWS – Tim Advokasi Peduli Pemilu (TAPP) mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang Pemilu tentang Ketentuan Kampanye Pemilu 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada hari ini, Senin (27/11/2023).
BACA JUGA : Gugum Ridho Putra, Putra Belitong, Jadi Sorotan Usai Anwar Usman Dipecat dari Ketua MK
Permohonan tersebut diajukan oleh tujuh orang advokat yang tergabung dalam TAPP, yaitu Gugum Ridho Putra, S.H., M.H., Dharma Rozali Azhar, S.H., M.H., Irfan Maulana Muharam, S.H., M. Iqbal Sumarlan Putra, S.H., M.H., Dega Kautsar Pradana, S.H., M.Si (Han), Aldy Syabadillah Akbar, S.H.,M.H dan Yolis Suhadi, S.H.,M.H.
Dalam permohonannya, TAPP mempersoalkan frasa “Citra Diri Peserta Pemilu” yang terdapat Ketentuan Pasal 1 angka 35, Pasal 274 ayat (1), Pasal 280 ayat (2), Pasal 281 ayat (1), Pasal 286 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 299 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (LNRI Tahun 2017 Nomor 182, TLN RI Nomor 6109) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
Gugum Ridho Putra, S.H., M.H., salah satu Tim Advokasi Peduli Pemilu (TAPP) menyampaikan dalam keterangannya sebagai berikut :
1. Bahwa latar belakang pengajuan permohonan ini adalah karena sepanjang Persiapan Pemilu Tahun 2024 telah ada beberapa peristiwa hukum dan politik yang belum pernah terjadi sebelumnya. Baru pada Pemilu tahun ini perubahan syarat batas usia capres-cawapres dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi secara kontroversial. Putusan yang mana menyebabkan Ketua Mahkamah Konstitusi dijatuhkan dari jabatannya karena terbukti melanggar kode etik. Pada tahun ini pula, untuk pertama kalinya dalam sejarah Pemilu di Indonesia, anak kandung presiden maju dalam kontestasi pilpres dalam posisi masa jabatan ayahnya yang masih aktif walaupun di ujung perjalanan. Kesemua kontroversi itu memunculkan risiko-risiko hukum dan politik yang terbilang baru bagi Pemilu Indonesia khususnya bagi para Pemilih.
2. Bahwa guna mengantisipasi risiko-risiko tersebut terjadi, TAPP mengajukan pengujian 3 (tiga) isu hukum terkait kampanye yang akan memengaruhi hak- hak Pemilih antara lain sebagai berikut:
a) Pertama, Ketiadaan larangan bagi presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota dan wakil walikota untuk mengikuti Kampanye peserta Pemilu yang merupakan anggota Keluarganya. TAPP mengusulkan agar larangan ikut kampanye keluarganya itu diberlakukan karena berpotensi membuat jabatan presiden dan kesemua jabatan tersebut dapat disalahgunakan untuk mendukung dan menguntungkan peserta pemilu yang merupakan anggota keluarganya. Hal ini jelas bertentangan dengan Asas Pemilu bebas, jujur dan adil.
b) Kedua, Ketiadaan larangan bagi “Pihak Lain” di luar peserta pemilu, pelaksana kampanye dan tim kampanye untuk memberikan uang atau materi lain untuk memengaruhi penyelenggara Pemilu dan/atau Pemilih yang dilakukan secara Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM). Nyatanya, pengalaman kontestasi Pilkada menunjukkan pelanggaran TSM dapat terjadi dalam bentuk program-program resmi pemerintah yang diiringi kampanye terselubung. TAPP mengusulkan agar Pihak Lain juga dilarang oleh Undang-Undang Pemilu, agar Pelanggaran TSM terselubung berupa program-program resmi pemerintah dapat ditindak sehingga peserta Pemilu yang menerima manfaat atau diuntungkan pelanggaran TSM itu juga dapat diberi sanksi Pembatalan atau diskualifikasi.
c) Ketiga, Ketiadaan larangan bagi Peserta Pemilu untuk menggunakan Citra Diri berupa gambar/foto, audio, video dengan manipulasi digital atau bantuan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang dilakukan secara berlebihan sehingga berpotensi memanipulasi persepsi Pemilih terhadap kandidat dan menggiring Pemilih menggunakan hak pilihnya secara keliru (misguided voting). TAPP mengusulkan agar manipulasi foto, audio dan video untuk Kampanye menggunakan teknologi digital ataupun AI supaya dilarang. Hal tersebut jelas bertentangan dengan asas Pemilu jujur karena memunculkan keadaan misinformasi yang merugikan Pemilih.
3. Bahwa Ketiadaan larangan bagi Presiden dan Wakil Presiden serta jabatan- jabatan lainnya untuk ikut serta dalam kampanye anggota keluarganya yang jadi peserta pemilu bertentangan dengan sumpah jabatan yang akan memegang teguh dan melaksanakan undang-undang selurus-lurusnya. Terlebih Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme telah melarang Penyelenggara melakukan perbuatan Nepotisme. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 sendiri memaknai Nepotisme adalah setiap perbuatan Penyelenggara Negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara”.
4. Bahwa ketiga persoalan itu TAPP ajukan kepada Mahkamah Konstitusi melalui permohonan judicial review yang terdaftar dengan nomor registrasi 164-1/PUU/PAN.MK/AP3 tanggal 27 November 2023 pukul 11.23 WIB. Dengan permohonan ini TAPP berharap Mahkamah Konstitusi dapat mengabulkan permohonan untuk seluruhnya. Dengan begitu Presiden dan Wakil Presiden, menteri, Gubernur, Bupati, Walikota dan wakilnya masing-masing dapat dicegah dari melakukan nepotisme. Pelanggaran TSM terselubung dalam bentuk program-program resmi pemerintah juga dapat dicegah. Termasuk penggunaan citra diri peserta yang dimanipulasi secara berlebihan juga dapat dicegah dari menggiring Pemilih menggunakan Hak Pilih secara keliru. (Red)
Tetap terkini dengan informasi terbaru, ikuti kikyanto.com di Google News