ANOQ NEWS, PALEMBANG – Perkara dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan proyek pembuatan dan pengelolaan jaringan komunikasi dan informasi lokal desa di Kabupaten Musi Banyuasin kembali menemukan titik terang. Tim Penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan menetapkan satu orang tersangka baru dalam kasus ini, yang mencakup pelanggaran hukum pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) untuk tahun anggaran 2019-2023.
BACA JUGA : Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan Serahkan Aset Pemerintah Senilai Rp284 Miliar
Tersangka baru yang ditetapkan pada Rabu, 21 Agustus 2024, adalah RC, mantan Kepala Dinas PMD Kabupaten Musi Banyuasin yang menjabat dari Oktober 2018 hingga Juni 2023. Penetapan ini berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-16/L.6.5/Fd.1/08/2024, yang dikeluarkan setelah penyidikan intensif yang dilakukan oleh Tim Penyidik. Surat tersebut didasarkan pada Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan Nomor: PRINT-01/L.6/Fd.1/01/2024 tanggal 2 Januari 2024.
Dalam keterangannya, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan, Vanny Yulia Eka Sari, S.H., M.H., menyatakan bahwa penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik berhasil mengumpulkan alat bukti yang cukup, sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP.
“RC sebelumnya telah diperiksa sebagai saksi, dan hasil pemeriksaan menunjukkan bukti kuat keterlibatannya dalam kasus ini,” ujar Vanny.
Namun, meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka, RC tidak langsung ditahan karena saat ini ia sedang menjalani proses penahanan dalam kasus lain, yaitu dugaan korupsi terkait Pengadaan Aplikasi SANTAN Tahun Anggaran 2021 yang ditangani oleh Kejaksaan Negeri Musi Banyuasin.
Kasus korupsi ini diperkirakan telah merugikan keuangan negara hingga Rp 25,88 miliar. Jumlah yang fantastis ini mencerminkan besarnya dampak korupsi terhadap pembangunan di daerah, khususnya dalam sektor yang seharusnya mendukung konektivitas dan akses informasi bagi masyarakat pedesaan.
Menurut keterangan yang disampaikan oleh pihak Kejaksaan, RC diduga melakukan pelanggaran hukum dengan modus operandi sebagai Ketua Tim Asistensi. Ia tidak menjalankan tugasnya dengan benar, baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan proyek, sehingga mengakibatkan terjadinya mark-up anggaran. Praktik ini dilakukan secara sistematis dan terencana, yang berdampak pada pembengkakan biaya proyek yang jauh dari nilai sebenarnya.
Atas perbuatannya, RC dijerat dengan beberapa pasal dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Adapun perbuatan tersangka didakwa melanggar:
- Primair: Pasal 2 Ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.
- Subsidair: Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Hingga saat ini, sebanyak 173 orang saksi telah diperiksa dalam proses penyidikan kasus ini. Jumlah saksi yang banyak ini menggambarkan luasnya cakupan perkara dan banyaknya pihak yang terlibat atau memiliki informasi terkait dugaan tindak pidana korupsi tersebut. (Red)
Tetap terkini dengan informasi terbaru, ikuti kikyanto.com (ANOQ NEWS) di Google News